Monolog Hujan - Just One Day
Requiem
Bayangmu menyelinap di sela sela nostalgiaku yang berkecamuk di setiap
malam. Membakar kerinduan bersama bunyi jangkrik yang mengerik. Melalui teratak
doyong , jiwaku luruh mengikuti ingatanku tentangmu. Di dalam teratak itu,
angin mengunci bibirku agar tak bersuara melafalkan namamu, agar dingin membeku
kan perasaanku. Pedih dan perih, tak mau lagi ku ubah menjadi bahagia yang
fana. Langkahku menyudut ke seonggok keramik kaca, yang di dalam imajinasiku
itu kamu. Seandainya dia bisa berkata, ingin ku ungkap semua ingatan dan
kenanganku tentang kamu, yang telah lama terpendam dan mendesak ku untuk
berkata lebih awal. Teratak tua ini, mulai berontak melawan angin. Membunyi kan
suara suara berderak dari engsel karat nya. Lewat temaram lilin kecil, ku usap
debu dan usang dari keramik kaca. Ku belai dia supaya tak lagi merasa sepi,
karena aku ada di sini. Untuk kesekian kali, aku merasakan kehadiranmu. Namun,
apa daya aku tak bisa melihatmu. Keberadaanmu tak sanggup ku raih, apalagi
kuraba. Untuk para pujangga diluar sana, bisakah kalian menyingkap hatiku yang
telah lama hilang? Bukan untuk mencari bahagia, tapi menyuarakan segelintir
kalimat yang lama mencoba terucap. Angin mulai menerbangkan dedaunan kering dan
bau basah dari jendela teratak yang terbuka lebar. Tak ku hiraukan perihal itu,
karena yang ku tau . . aku ingin kembali ke masa lalu yang tersimpan bisu di
dalam keramik kaca. Demi cahaya lilin yang temaram menerangi malamku,
hapuskanlah waktu ini dan substitusikan menjadi waktu yang lalu. Karena hanya
percuma, jika hidupku tersisa bersama kebohongan semata, yang mendera tanpa
ampun. Untuk dedaunan yang sarat akan kering dan kerontang, tunjukkanlah jalan
untukku melalui tulang tulang mu yang terukir saat kematianmu telah menjelang.
. dan demi keramik kaca usang di sudut teratak tua ini, hidupkanlah kembali
kenangan dan ingatanku yang telah lama mati bersamanya, jadikan kenyataan dan
buang sakitku sekarang. Aku lelah berharap terang di kegelapan yang pekat, aku
enggan melenyapkan mentari di siang yang terik, dan aku ingin kebeningan embun
bisa membasuh bahagia yang semu , atau meredupkan butiran ragu
-Rae Rin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar